Rabu, 08 Januari 2014

acara agama



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai sejarahnya. Karena sejarah merupakan bagian ilmu pengetahuan yng memiliki peran dan manfaat yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sesungguhnyalah apa yang dilakukan dimasa kini seiring dengan berjalannya waktu akan menjdi perjalanan sejarah. Dan apa yang terjadi dimasa depan tidak lepas dari apa yang dilakukan sekarang dan masa lampau. Karena itu dalam Tatwa Hindu dikenal dengan tig dimensi waktu atau ttri samaya: Atita( masa lalu), Nagata( masa yang akan datang), dan Wartamana(masa sekarang), yang intinya apa yang dilakukan sekarang seyogyanya bercermin pada masa lalu, guna mencapai masa depan yang lebih baik. Dengan demikian keberadaan masa lalu sebagai buah karya para leluhur yang terekam dalam sejarah hendaknya dicermati untuk bisa berprilaku dengan baik dimasa sekarang, guna diwariskan anak cucu dikemudian hari.
Manusia tidak mungkin dapat meninggalkan sejarahnya, Karena sejarah merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sifat pentingnya itu bukan hanya karena sejarah telah mampu mengantar manusia itu menggapai kehidupannya pada masa sekarang dan memungkinkan mereka dapat menapaki perjalanannya kemasa-masa mendatang, tetapi lebih dari itu. Sejarah juga mampu menjadikan manusia yang bersangkutan memiliki cita-cita terkait dengan kualitas kehidupan dirinya yang ingin dicapai.
Kisah perjalanan arya Damaralias Sang adityawarman dan arya kenceng diBali merupakan bagian dari penulisan sejarah yang diharapkan dapat memberikan sumbangan nilai-nilai moral dan pengetahuan terutama bagi msyarakat bali khususnya dan Indonesia umumnya. Buku perjalanan kedua tokoh sejarah di Bali, ini ditulis dengan tujuan untuk mempersatukan keturunan ataau pratisentana Arya Damar dan Arya Kenceng di Bali dan diluar Bali. Disamping itu sekaligus memberi informasikepada masyarakat luas tentang kedu ksatriya ini dalam memperkembangkan Bali dalam segala aspek kehidupan masyarakatnya sejak masa lalu sampai dengan masa sekarang, menyongsong masa depan.
Dalam tradisi bali, keberadaan suatu keluarga besar keturunan seseorng tokoh terkenl maupun perjalanan keluarga secara turun temurun, dilandasi paling tidak tiga hal: Ilikita, Tutur, dan Bukti. Ilikita adalah sumber-sumber tertulis, baik berupa prasasti dalam bentuk lempengan logam. Tutur merupakn cerit dari mulut kemulut dari orang ke orng lainnya, dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan Bukti adalah segala sesuatu sumber kasat mata. Dari ketiga hal ini, secara sederhna dapat dapat dilakukan pengkajian guna guna mencari kebenaran sejarah.
Sementara itu, dalam ilmu pengetahuan modern ada beberapa petunjuk dalam melakukan kajian sejarah guna ditemukannya keberadaan yang paling mendekati dari suatu masa dengan segala aspek kehidupannya.
Berdasarkan teori kajian dn perkembangn data dilapangan, maka perjalanan Arya Damar dan Arya Kenceng di Bali diawali dengan sejarah Bali pada zaman prasejarah dilanjutkan dengn zaman sejarah. Zaman sejarah dimulai dengn zaman Bali Kuno yakni masa memasuki zaman kerajaan dalam hal ini dalah pemerintahan Sri Ksari Warmadewa yang terakhir dengan pemerintahan Dalem Sri Bedahulu atau Sri Asta Asura Ratna Bhumi Banten.
Dengan jatuhnya kerajaan Bali dibawah  Sri Dalem Bedahulu yang dikalahkan oleh pasukan Sri Arya Damar bersama Gajah Mada dan para Arya lainnya, maka Bali memasuki  era baru dibawah naungan kerajaan Majapahit di bawah Adipati Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan dengan istananya di Samprangan. Para arya yang berjasa dalam melakukan penyerangan ke Bali di mintta oleh patih Gajah Mada untuk tetap di Bali, dan ditmpatkan secara menyebar sesuai dengan tugas yang diberikan untuk membantu pemerintahan Sri Kresna Kepakisan.
Sri Arya Damar pada saat turut melakukan penyerangan ke Bali sudah mempunyai tiga putra dan ketiga putranya juga turut serta dalam pertempuran tersebut, yaitu Arya Delancang yang kemudin ditempatkan di Kapal, Arya Kenceng di Tabanan, dan Arya Belog/ Tan Wikan di Kaba-Kaba. Selanjutny oleh penguasa MajapahitArya Damar ditugaskan kembali di Majapahit dan kemudin ke Palembang pada tahun 1347.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa pendiri kerajaan Tabanan dan kerajaan Badung adalah pratisentana Sri Arya Damar yang berputra Srii Arya Kenceng yang kini telah menyebar diseluruh Bali.                     
      









1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian yang terdapat dalam latar belakang tersebut di atas, ada beberapa permasalahan yang sangat penting yang akan dibahas dalam pembahasan berikutnya. Adapun masalah-masalah yang dianggap penting tersebut yaitu,  antara lain :
1.       bagaimana perjalanan babad mengwi?
2.       bagaimana perjalanan Arya Kenceng di Bali?
3.       bagaimana sejarah dibangunnya pura dalem sari?

1.3. Tujuan  Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang penulis angkat di atas, maka tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah, antara lain :
1.      Untuk mengetahui perjalanan babad Mengwi,
2.      Untuk mengetahui perjalanan Arya Kenceng,
3.      Untuk mengetahui sejarah dibangunnya pura Dalem Sari.

1.4. Manfaat Penulisan
          Dari penulisan paper ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembac, dan diharapkan pembaca dapat mengetahui perjalanan babd Mengwi, perjalanan Arya Kenceng dan dapat mengetahui bagaimana sejarah dibangunnya pura dalem sari.  







BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Babad  Mengwi Akhir Abad  14-Akhir Abad 17

Pada tahun 1343 dimana majapahit berhasil menakklukan bali dibawah pimpinan patih gajah mada dan para arya salah satu yang ikut menggempur bali dari arah selatan (kuta) yaitu arya kenceng yang kemudian oleh patih gajah mada ditugaskan untuk menjaga keamanan daerah bali bagian barat dan tinggal disebuah desa bernama buahan, bersama arya sentong dan arya belog kaba-kaba serta arya delancang di Kapal. Sekitar tahun 1347 M, empat (4)putera puruhito gajah mada yang tertua tinggal menjadi adipati di Pasuruan, yang kedua menjadi adipati di Blambangan, yang ketiga (wanita) menjadi adipati di Sumbawa dan yang keempat menjadi adipati di Bali (Sri Kresna Kepakisan) sri kresna kepakisan beristrikan seorang brahmani dari Grya Ketepengreges Pasuruan Jatim yang kedua diperistri oleh Betara Arya Kenceng dan yang ketiga diperistri oleh Arya Sentong. Arya Kenceng dengan istri Brahmani tersebut mempunyai dua putera :1 GustiRraka atau Dewa Raka atau bergelar Sri Megada Prabu, 2 Gusti Rai atau Dewa Rai atau bergelar Sri Megada Nata dari istri kedua yang berasal dari desa Tegeh, Betara Arya Kenceng juga berputera dua orang :
1 Tyai tegeh Kori,
2 istri Tegeh  (kawin dengan Pangeran Asak di Kapal).
Ketika kerajaan badung dilanda suatu masalah sehingga raja badung (Gusti Pinatih) meninggalkan badung menuju desa Guliang Klungklung, maka bendesa Mas Badung datang menghadap ke pada betara Arya Kenceng supaya menganugerahkan seorang puteranya untuk di nobatkan sebagai Raja Badung, maka dari itu Arya Kenceng menganugerahkan putera yang ketiga yaitu Kyai Tegeh Kori untuk dinobatkan sebagai raja badung dan bila berputera nanti semoga ada yang kembali ke wilayah Mengwi maka Kyai Tegeh Kori akhirnya di boyong ke Badung oleh bendesa Mas dan kemudian bendesa Mas mempersembahkan puterinya untuk diperistri oleh Kyai Tegeh Kori sebagai pusat kerajaan ada di wilayah Tegal sebelah selatan kuburan badung. Kini diceritakan kembali Kyai Tegeh Kori dengan istri bendesa Mas berputera dua orang yaitu :
1 Kyai Gede Tegeh dan
2 Kyai Made Tegeh
Selanjutnya Kyai Gede Tegeh sebagai putera mahkota tetap tinggal di Badung namun Kyai Made Tegeh dengan keris I kala tadah pergi kearah utara sampai di Mengwi membuat puri dan menjadi raja Mengwi sebagai mana pesan kakeknya kepada Kyai Tegeh Kori dengan pebencangah tri mandala maka sebagai seorang raja yang menganut dharma agama maka beliau juga membuat Tri Kayangan namun yang pertama dibuat adalah pura Dalem atau oleh beliau disebut pura dalem Brerong, barulah kemudian beliau membangun pura desa puseh, pura Penataran Dalem serta Ulun Suwi di mana letak pura Desa yang pertama di sebelah barat batas desa Beringkit dan Mengwi. Kyai Made Tegeh yang kemudian bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi I yang berkuasa dari sebelah utara atau barat Beringkit sampai di Kuwum Sembung dengan wilayah yang cukup luas maka banyak rakyat daerah lain datang untuk mengabdi.
Sekitar tahun 1408 M Kyai Made Tegeh sebagai raja Mengwi bersama kaki Twa membangun sebuah pura dipesisir tanah Let di atas sebidang batu pipih di bawah pohon kendung sebagai penyiwian jagat (pura subak) sebagai tempat bersemayam Hyang Sedana Tra kemudian pura itu diberi nama pura Luhur Pekendungan pada masa pemerintahan Dalem Ketut Ngulesir (Sri Semara Kepakisan ) yang merupakan pendiri puri Gel-Gel dan masa pemerintahan Kyai Langwang yang baru memindahkan pusat kerajaan ke Tabanan dari Buahan. Sekitar tahun 1478 Danghyang Nirartha datang ke Bali pada masa pemerintahan Dalem Waturengong berkuasa di Gel-Gel (Majapahit mengalami keruntuhan)Danghyang Nirartha sempat sembahyang ke Pura Luhur Pekendungan dan setelah usai beliau pergi kearah timur laut disana beliau menancapkan sebuah tanda (Sawen) lalu pergi ke wilayah Mengwi, karena merasa kehausan danghyang nirartha meminta air minum namun rakyat memberikan air dengan mempergunakan alat sehari hari (cedok), maka beliau mengatakan etika rakyat itu tani dan beliau bertanya apakah nama wilayah ini? rakyat itu menjawab Mengwi maka Danghyang Nirartha bertanya lagi apakah ada raja atau ratu, maka rakyat itu menjawab ada disebelah utara maka akhirnya Danghyang Nirartha bersabda mulai saat itu pusat Mengwi di beri nama mengwitani dengan batas di sebelah utara puri (Bantas) dan sebagian Mengwi utara dberi nama Mengwi Gede. maka beliau melanjutkan perjalanan ke utara setelah dijemput oleh utusan raja Mengwi dimana beliau akhirnya mendapatkan penghormatan yang cukup maka beliau akhirnya menyarankan raja Mengwi untuk membuat sebuah pura disebelah timur laut Pura Luhur Pekendungan yang telah diberi tanda (sawen) maka kemudian setelah selesai raja Mengwi memberikan nama pura tersebut pura Dangin Sawen
Akhirnya beliau melanjutkan perjalanan ke Mengwi bagian utara. Karena rakyat amat berbakti maka dibangunlah dua buah pura bernama Pura Taman Sari dan Pura Sakti serta memberikan anugrah kepada rakyat atas permohonannya untuk menjadi brahmana dengan satu sisia (rakyat) juga menetapkan daerah tersebut bernama Mengwi Gede. Namun Tri Kahyangan tetap berada diselatan namun hal tersebut baru terlaksana atau terealisasi ketika I Gusti Agung Putu mulai menjadi raja di Mengwi pada tahun 1700 M
Ketika Danghyang Nirartha melanjutkan perjalanan ke timur, rakyat disana sedang melakukan pesta dimana mereka membuat babi guling begitu mendengar Danghyang Nirartha datang maka spontan rakyat tersebut menyembunyikan babi guling tersebut dibawah atap angkul-angkul seraya rakyat tersebut mengintip dari balik sebelah daun pintu (pintu kuadi)  maka Danghyang Nirartha sedikit kesal, lalu mengutuk babi guling itu menjadi mentimun (timun guling) maka mulai saat itu daerah/desa tersebut diberi nama Gulingan dan bersabda rakyat didaerah itu tidak boleh menggunakan pintu berdaun dua.
Masa akhir kekuasaan raja mengwi I datanglah seorang utusan Dalem Waturenggong yang bermimpi melihat tanah Garu ( harum ) di wilayah Mengwi , maka diutuslah seorang pejabat dari Arya Petandakan untuk menelusuri keberadaan tanah tersebut, namun beliau mengingatkan supaya Arya Petandakan setelah sampai di kerajaan Mengwi mohon ijin terlebih dahulu ke pada raja kerajaan Mengwi yaitu Kyai Made Tegeh yang bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi I. Setelah tanah harum itu didapat Arya Petandakan bukannya kembali ke Gelgel untuk melaporkan kepada Dalem Waturenggong justru tanah tersebut ditempati sendiri oleh Arya Petandakan. Maka Dalem Waturenggong setelah sekian lama menunggu akhirnya beliau bersama pengawalnya berangkat menuju kerajaan Mengwi dan langsung menuju Puri Mengwi bertemu dengan Kyai Agung Anglurah Mengwi I. Setelah diadakan perjamuan serta mendapat penjelasan yang cukup dari Raja Mengwi maka Dalem Waturewnggong berniat menemui Arya Petandakan.
Namun ditengah jalan beliau berhenti karena beliau merasa tidak pantas lagi menempati tanah tersebut. Maka dari tempat itulah beliau bersabda bahwa Arya Petandakan tidak pantas dan tidak akan bisa menjadi raja untuk selanjutnya. Maka belakangan di tempat beliau (Dalem Waturenggong) bersabda itulah dibangun sebuah pura bernama Pura Dalem Waturenggong/pura batur oleh rakyat Mengwi pada masa pemerintahan Kyai Gede Tegal ( Kyai Agung Anglurah Mengwi II ) Kyai Agung Anglurah Mengwi II setelah ditinggal wafat oleh ayahnya beliau juga membangun sebuah pura di sebelah tenggara puri untuk mengenang kebesaran serta kemuliaan ayahnya sebagai pendiri kerajaan Mengwi yang kemudian diberi nama Pura Pelet ( Ida Ratu Gede atau Ida Ratu Ngurah Agung ). 
Pada saat terjadi pembrontakan Kyai Batan Jeruk terhadap Dalem Bekung maka kyai Gede Tegal (Kyai Agung Anglurah Mengwi II) bersama raja badung III (tegeh kori) serta raja Tabanan (Cokorde Winalwan) bersama sama menumpas atau mengusir kyai Batan Jeruk dari Gel-Gel dan Kyai Batan Jeruk melarikan diri kearah timur dengan menyeberangi Tukad Unda, maka atas jasa tersebut semua pemimpin pasukan yang membantu Dalem Bekung baik Tabanan, Badung, maupun Mengwi mendapat hadiah berupa keris, namun raja mengwi mohon diberikan sesuatu yang oleh raja Mengwi dilihat menyala didalam Gedong penyimpanan pusaka maka oleh dalem karena senjata itu belum sempurna dan berbentuk tombak sehingga diberi nama Ki baru pandak. Kyai Ngurah Pemayun yang bergelar (kyai agung anglurah mengwi III) turut menggempur kekuasaan Ngurah Telabah di Kuta bersama raja Badung IV (Tegeh Kori) ketika Ngurah Telabah mendurhaka dengan melarikan diri serta meninggalkan prajurit ketika berhadapan dengan Kebo Mundar (Lombok), maka dari itu wilayah Kuta merupakan wilayah Mengwi juga, dari Badung yang gugur pada saat itu adalah Kyai Putu Tegeh yang merupakan paman dari Kyai Macan Gading dan Jambe Merik serta Gelogor.
Kyai Ngurah Pemayun yang bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi III menerima wilayah Jimbaran dan kuta ketika puteri raja Badung IV yang bernama Kyai LuhTtegeh kawin dengan Kyai Ngurah Agung, Kyai Ngurah Pemayun (Kyai Agung Anglurah Mengwi III) melamar putri raja Badung ke IV yang bernama Kyai Luh Tegeh. Dimana Kyai Luh Tegeh sebenarnya telah bertunangan dengan Kyai Jambe Merik namun raja Mengwi tetap melamar juga kepada raja Badung IV (tegeh kori). Kyai Jambe Merik adalah putera dari Kyai Jambe Pole namun lamaran raja Mengwi akhirnya diterima juga oleh raja Badung, karena beliau berdua adalah mindon oleh raja Badung ke Mengwi dianggap lebih pantas dan lebih agung maka diperintahkan juga untuk mencari hari baik namun raja Mengwi tidak membuang kesempatan segera memboyong Kyai Luh Tegeh untuk dipertemukan dengan puteranya sehingga kejadian ini mebangkitkan kemarahan Kyai Jambe Merik dan Kyai Macan Gading serta ayahnya yaitu Kyai Jambe Pole maka digempurlah kekuasaan Tegeh Kori di Badung. Untuk itu raja Badung IV dari dinasti Tegeh Kori jatuh dan beralih ke utara untuk tinggal sementara di Kapal. Karena permintaan bantuan kepada raja mengwi tidak dihiraukan dengan utusan Kyai Ketut timbul (kesah ke Denbukit) maka dari itu raja Badung IV bersama putera tertua beralih ke Tegal Tamu.
Beliau juga pernah melakukan perang tanding dengan raja Denbukit Panji sakti ketika anaknya dilamar atau dipinang yang bernama Gusti Ayu Rai. 
Setelah runtuhnya Tegeh Kori akhirnya Kyai Jambe Merik membangun puri di sebelah timur Tukad Badung bernama Peken Pasah, Kyai Macan Gading membangun kuri Pemecutan Di mana Panji Sakti ketika hendak memperluas wilayah kekuasaannya ke Badung dimana dipuri pemecutan yang berkuasa saat itu adalah Kyai Macan Gading dengan seorang puteranya yang masih muda namun perkasa, ketika peperangan berlangsung pasukan Panji Sakti dapat dipukul mundur oleh putera perkasa tersebut kemudian putera tersebut bergelar Betara Sakti Pemecutan .
Ketika Panji Sakti mundur dari daerah Badung maka Panji Sakti dapat mampir kepuri Mengwi serta dijamu dengan baik oleh raja Mengwi dsitulah Panji Sakti melihat puteri raja Mengwi yang bernama Gusti Ayu Rai seketika itu pula Panji Sakti mohon pamit kepada raja Mengwi untuk kembali ke Denbukit Setelah sampai di Denbukit maka disitulah Panji Sakti mengutus patih kerajaan untuk segera meminang putri raja Mengwi yang bernama I Gustu Ayu Rai, namun sayang pinangan tersebut dianggap penghinaan oleh raja Mengwi, di situlah akhirnya raja Mengwi kembali mengutus patih tersebut untuk supaya Panji Sakti datang sendiri dan berperang (Perang Tanding) dengan raja Mengwi, dan jika bisa mengalahkan raja Mengwi barulah Panji Sakti bisa memboyong Gusti Ayu Rai untuk dijadikan permaisuri.
Setelah selesai patih melaporkan maka Panji Sakti cepat naik pitam dikerahkannya pasukan untuk segera berangkat ke kerajaan Mengwi. Baru sampai diperbatasan kerajaan Mengwi yaitu desa Perean dan Kuwum pasukan dihentikan untuk istirahat disitu pula seorang pembesar diutus untuk menghadap raja Mengwi untuk segera menyerahkan Gusti Ayu Rai, Namun raja Mengwi kembali mengutusnya supaya Panji Sakti lekas kembali ke Denbukit jika takut perang tanding melawan raja Mengwi karena yang dikehendaki oleh raja Mengwi bukanlah pertempura antara prajurit dan rakyat maka Panji Sakti akhirnya melanjutkan perjalanan dan sesampainya di Mengwi Panji Sakti menyatakan siap akan perang tanding, namun raja Mengwi malah menyuruh Panji Sakti untuk beristirahat dengan baik supaya raja Mengwi tidak dianggap menyerang lawan dalam posisi lemah karena perang tanding akan dilaksanakan keesokan harinya. Di sana pula raja Mengwi menyuruh prajurit beliau untuk menjamu prajurit Denbukit serta beliau meyakinkan kedua belah pihat bahwa tidak ada perang antar prajurit atau rakyat. Untuk lebih meyakinkan prajurit Mengwi ikut bergabung bersama prajurit Denbukit. Setelah hari dan saat yang dinanti tiba baik raja Mengwi atau Panji Sakti bersiap-siap untuk perang tanding, setelah keduanya menyatakan siap, maka perang tandingpun dimulai. Beliau sama-sama tangkas serta cakap dalam taktik perang dan menggunakan senjata, setelah seharian penuh beliau berdua menguras keringat maka perang tandingpun dihentikan oleh raja Mengwi, maka raja Mengwi bersabda bahwa dalam perang tanding itu tidak ada yang kalah maupun yang menang disitulah Panji Sakti bersabda bahwa beliau juga mengakui keberadaan serta kesaktian raja Mengwi, oleh karena Panji Sakti merasa tidak mampu mengalahkan Raja Mengwi maka sore itu juga beliau mohon diri untuk kembali ke Denbukit namun hal itu dihalangi oleh raja Mengwi serta beliau bersabda kembali bahwa tujuan ayahmu ini perang tanding hanya supaya anakku Panji Sakti mengetahui serta tidak meremehkan keberadaan ayahmu sebagai raja Mengwi maka perang tanding harus dilaksanakan, jika anakku Panji Sakti kembali ke Denbukit sebaiknya lanjutkan perjalanan esok hari serta ajaklah adikmu Gusti Ayu Rai ikut serta ke Denbukit dan jadikan permaisuri.
Sekitar tahun 1639 sampai 1641 Sri Dimade memerintahkan ngurah Tabanan (Kyai Wayan Pemadekan, Kyai Made Pemadekan dan Ngurah Tamu Pacung) untuk menyerang Blambangan guna mengusir prajurit Mataram yang telah menduduki wilayah itu. Namun Kyai Wayan Pemadekan dapat ditawan dan dijadikan menantu oleh raja Mataram sehinggga berputra Raden Tumenggung. Setelah Kyai Made Pemadekan kembali dan tidak berapa lama meninggal di Tabanan maka ayahnya yang bergelar Cokerde Winawan menggantikan untuk sementara waktu mengingat cucu-cucunya masih kecil saat itu beliau bergelar Cokorde Mekules. Kyai Ngurah Agung (Kyai Agung Anglurah Mengwi IV) yang beristrikan Kyai Luh Tegeh dari Badung atas perintah Cokorde Mekules Tabanan supaya membantu Ngurah Ayunan dalam menghadapi kakaknya Ngurah Tamu (Pacung). Setelah berhasil mengalahkan Kyai Ngurah Tamu maka semua kekayaan diambil alih oleh Kyai Ngurah Ayunan dan semua prajurit (wadua) diambil alih oleh raja Mengwi (Kyai Ngurah Pupuan)
Kyai Ngurah Agung yang bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi IV atas perintah Cokorde Mekules beliau membantu Ngurah Ayunan untuk menyerang kakaknya yaitu kerajaan Pacung (Kyai Ngurah Tamu)
Yang berada disebelah selatan ayunan dan sebelah utara kapal, setelah kyai ngurah ayunan menang beliau bergelar Kyai Ngurah Pacung Sakti dan pindah dari Ayunan ke Perean .
Kyai Ngurah Tegeh (Kyai Agung Anglurah Mengwi V) dan Gusti Ayu Bongan yang beribukan Kyai Luh Tegeh putera raja badung ke IV, yang mana kemudian I Gusti Ayu Bongan kawin lagi dengan putera Kyai Macan Gading yang bernama Betara Sakti Pemecutan maka dari itu wilayah Kuta dan Jimbaran kembali diserahkan kepada Betara Sakti Pemecutan. Kyai Agung Anglurah Mengwi V pernah menumpas pembrontakan diarah barat daya dari Pandak Gede ketika itu beliau meninggalkan sebagian prajuritnya ditimur hanya beliau beserta sebagian prajuritnya menyerang kearah barat namun begitu berhasil menumpas gerakan yang ada dibarat serta merta begitu melihat ke timur maka prajurit beliau (Mengwi)  juga dapat ditaklukkan oleh musuh maka dari itu beliau memutuskan dan bersabda kepada prajurit pengiring supaya mengikuti beliau berjalan kearah musuh dengan memangul pusaka Ki Baru Pandak dengan catatan jika prajurit lawan tidak mendahului maka prajurit Mengwi juga tidak boleh menyerang. Mana kala beliau berjalan ditengah-tengah musuh yang telah memberikan jalan karena prajurit musuh melihat api besar sebesar kurungan ayam diatas pusaka yang dipanggul oleh raja Mengwi.
Kyai Ngurah Tegeh juga mendirikan pura bernama Pura Dalem Sari disebelah selatan puri , ceritanya dilanjukkan dibelakang 
Kyai Ngurah Gede Agung yang bergelar Kyai Agung Mengwi VI bersama Ngurah Cemenggon Beringkit beserta Ngurah Ngui (Petandakan) menyerahkan kerajaan serta mandat kekuasaan kepada Gusti Agung Putu di Belayu sebagai bukti setia Kyai Agung Anglurah Mengwi VI menyerahkan sebuah senjata tombak sakti bernama Ki Baru Pandak, maka pada saat itulah putera Betara Sakti Pemecutan datang dan berteduh dibawah pohon beringin didepan pura desa beringkit dengan menyandarkan senjata pusaka sehingga menyebabkan beringin itu mengeluarkan asap maka oleh Gusti Beringkit beliau diantar kepuri Agung Pupuan Mengwi namun karena Kyai Agung Anglurah Mengwi IV baru saja menyerahkan kekuasaan kepada I Gusti Agung Putu di Belayu atas kerajaan Mengwi maka dari itu putera tersebut yang bernama Kyai Lanang Pupuan (Kyai Pupuan) dajak tinggal bersama di puri Agung Pupuan Saren Kelod oleh pamannya Kyai Ngurah Gede Agung dan salah seorang pengiring/abdi beliau dari keluarga penataran (bandem) diberikan tempat disebelah utara puri. Ketika I Gusti Agung Putu pindah dari Belayu ke Bekak dan mengalahkan Pasek Badak maka keluarga penataran tersebut dihaturkan untuk dijadikan bala putra (bata batu).
Diceritakan kembali setelah Kyai Nyoman Pemedilan atau Kyai Macan Gading Wafat di Watuklotok dalam pertempuran menumpas pembrontakan Kyai Agung Dimade pada masa pemerintahan Dalem Dimade maka Kyai Agung Dimade setelah merasa terdesak oleh pasukan Panji Sakti dan Dewa Jambe maka mundur kearah barat dan sampai di Jimbaran yang merupakan wilayah kerajaan badung (pemecutan) sebagai tatadan I Gusti Ayu Bongan puteri raja Mengwi IV maka atas perintah Cokorde Sakti Pemecutan kepada bawahannya supaya mengusir Kyai Agung Dimade dari Jimbaran maka Kyai Agung Dimade beralih ke Kapal bersama putera yang ke II bernama Kyai Agung Made Anom karena memang raja Kapal adalah saudaranya dan I gusti Agung Putu yang merupakan putera pertama dari Kyai Agung Dimade tinggal di Kuramas. Belakangan setelah Panji Sakti berputra Panji Wayahan dan memegang kekuasaan di Denbukit maka di kerajaan Mengwi terjadi pelimpahan kekuasaan dimana I Gusti Agung Putu cucu dari I Gusti Agung Dimade (I Gusti Agung Badeng) Setelah berhasil dalam semedi di Puncak Mangu maka beliau bersama 40 rakyat ( pengiring ) dari Marga berhasil merabas hutan yang angker dan beliau membangun puri, darisana kemudian daerah itu di sebut Belayu (Bala Ayu). Nah disitulah Raja Mengwi yang bergelar Kyai Agung Mengwi VI menyerahkan kerajaan serta mandat kekuasaan atas kerajaan Mengwi yang terbentang dari sebelah barat dan utara beringkit sampai sebelah selatan Perean kepada I Gusti Agung Putu sebagai bukti setia dan tunduk maka Kyai Agung Anglurah Mengwi VI yang kemudian disebut Ngurah Pupuan menyerahkan sebuah senjata tombak sakti bernama Ki Baru Pandak. Belakangan beliau berpindah dari Belayu ke Bekak pada saat peresmian puri tersebut maka di situlah Pasek Badak diundang dan dikalahkan, lagi-lagi atas nasehat orang Cina maka puri di pindah lagi kearah tenggara serta tetamanan beliau yang bernama Taman Ganter diserahkan kepada rakyat dan orang Cina tersebut membangun taman baru di antaran dua sungai dengan cara bembendung di sebelah selatan maka kelihatan taman tersebut berada di tengah danau yang kemudian bernama Taman Ayun. Setelah kerajaan dirasa aman kehidupan rakyat makin baik dan tentram karena I Gusti Agung Putu mampu memimpin rakyatnya serta berwibawa. Ketentraman sedikit terusik oleh ulah Panji Wayahan yang ingin memperluas wilayah kerajaan Denbukit seperti cita-cita ayahnya kearah selatan. Di situlah I Gusti Agung Putu yang bergelar Cokorde Sakti Mengwi menjadi murka dan segera mengerahkan prajurit untuk menggempur kekuasaan Panji Wayahan di Denbukit, maka terjadilah pertempuran yang amat dasyat, yang mana akhirnya terjadi kekalahan di pihak Panji Wayahan. Disitulah akhirnya Panji Wayahan supaya Denbukit tidak dikuasai oleh Mengwi maka wilayah Blambangan yang dulu didapat oleh ayahnya kini diserahkan kepada raja Mengwi. Pada suatu hari raja Mengwi hendak melihat-lihat daerah jajahannya yaitu Blambangan, pada saat beliau hendak berangkat maka beliau menitipkan kerajaan Mengwi kepada raja Tabanan yang sekaligus paman dari hubungan nenek yaitu Gusti Alit Dauh di mana dulu Gusti Alit Dauh pernah dibantu oleh Kyai Agung Dimade (Kyai Agung Badeng) ketika hendak mengalahkan kyai malkangin dengan bantuan kyai agung dimade (Kyai Agung Badeng) Kapal, yang kemudian bergelar Sri Megada Sakti. Setelah Cokorde Sakti Mengwi datang dari Blambangan maka beliau bergelar Cokorde Sakti Blambangan.
Kini diceritakan kembali I Gusti Agung Putu setelah menerima senjata Tombak Sakti Ki Baru Pandak, lalu beliau mengutus kembali Ngurah Pupuan untuk mengempur kekuasaan Ngurah Batu Tumpeng (Kekeran) karena beliau teringat akan masa lalu dimana beliau pernah dikalahkan oleh Ngurah Batu Tumpeng atas nama raja Mengwi. Setelah Ngurah Batu Tumpeng kalah dan terbunuh ada sebagian keluarganya yang lari kearah barat.

2.2. Sejarah Pura Dalem Sari
Kyai Ngurah Tegeh yang bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi V, memiliki permaisuri putri dari Kyai Ngurah Ayunan yang amat cantik, sehingga sangat saying terhadap permaisuri, sutu ketika sang permaisuri jatuh saakit, semu tabib istana tidak mampu menyembuhkan bahkan banyak diluar kerajaan diundang namun tidak ada yang mampu menyembuhkan.
Oleh sebab itu pikiran raja mengwi diliputi oleh rasa putus asa, yang mana akhirnya beliau bersabda bila ada rakyat atau siapaa saja yang mampu menyembuhkan permaisuri rja jika di perempuan akan dipersaudarakan dengn sang permaisuri, jika laki-laki akan dikawinkan dengan permaisuri, maka tidak terlalu lama berita itu tersebar hingga keluar kerajaan bnyak tabib datang menghamba sert berusaaha mengobati sakit yang diderita oleh sang permaisuri.
Namun dari sekian banyak yang datang tidak satupun yang mampu menyembuhkan, lagi-lagi hati paduka raja bertambah duka sampai-sampai beliau merenung dalam hati apakah ini suatu ujian dari sang dewata atau pertanda yang tidak dimengerti. Sehari-hari bginda raja lebih banyak duduk termenung, mengenang permaisurinya yang sangat disayang dn dicintainya maka para abdi kerajaan juga semakin kalit pikirannya melihat ratunya demikian.
Tidak disangka seorang abdi beliau yang masih perjaka dtng menghdp serya menghaturkan sembah bhakti serta menghibur hati sang paduka raja, namun disanalah sang abdi mengutarakan atau mempermaklumkan nitnya serta mohon restuke pada baginda raja bahwa sang abdi ingin mencoba mengobati penyakit yang diderita oleh sng permaisuri.
Maka begitu raja mendebgar kata-kata dari abdi tersebut serta merta beliau merasa kaget karena abdi tersebut bukanlah tabib, namun hasratny yang mulia maka sang baginda raja memenuhi permohonannya , disanalah sang abdi mohon pamit kepada badinda raj untuk melihat sang permaisuri.
Baru keesokan harinya abdi tersebut mulai membuat ramuan yang akan dipersembahkan kepada baginda permaisuri  raja kerajaan mengwi, tidak begitu lama mulai ada tanda-tanda perubahan dimana baginda permaisuri raut wajah beliau terliht lebih cerah dari biasanya dan akhirnya beliau sembuh seperti sedia kala. Betaba bahgia hati sang baginda raja sampi-sampai beliu memerintahkan para dayang untuk mengadakan jamuan mengenang kesembuhan sang permaisuri banyak yang datang kal itu ddari para menteri, punggawa, sampai-samapi paraa pemuka rakyat sehingga keadaan puri mengwi betul-betul raame.
Setalah acara selesai baginda raja lagi-lagi duduk termenung setelah mengingat akan sabda beliau ketika sang permaisuri sakit keras, setelh berselang sekian hari pra menteri,punggawa dan lainnya kembali diundang, pada pertemuan itulah baginda raja menyerahkan sang permaisuri kepada abdi beliau sendiri.
setela acara acaraa itu  usai para pembesar kerajaan kembali kerumah masing-masing dimana mulai saat itu baginda raja mulai sering termenung mengenang permaisuri yang sangat dicintainya, namun kini telah diperistri oleh abdi beliau sendiri . suatu malam baginda raja amat gelisah, malam semakin larut baginda raja akhirnya keluar puri menyusuri jalanan hingga tpal, batas selatan kerajaan (sebelah utara beringkit). Tanpa disengaja baginda melihat bayangan berkelibat. Baginda berpikir mungkin bayangan ini adalah penyebab kegelisahaannya, maka dicabutnya keris yang selalu dibawa oleh baginda dan dihujamkankebayangan tersebut.
Apa boleh buat setelah setelah diamati ternyata bayangan itu dalah abdinya sendiri dengan seekor anjingnya yang sedang pergi mengail, karena diliputi oleh rasa bersalah yang amat sangat dan malu akhirnya baginda baginda raja cepat-cepat pergi dari tempat itu. Seekor anjing kesayangannya lalu menggosokkan badan ketubuh abdi tersebut yang sedang mengeluarkan darah, setelah badannya berlumuran darah maka anjing tersebut pulang menemui istri abdi tersebut yang manta permaisuri raja Mengwi.
Disitulah istri abdi tersebut mencium bau amis drah manusia, maka dibuntutilah anjing tersebut. Betapa terkejutnya beliau melihat suaminnya telah menjadi mayat, maka timbullah dalam benakny untuk bunuh diri (masatya) disamping suaminya. Namun sebelumnya sang istri terlebih dahulu membunuh anjing kesayangan suaminya, karena beliau berdua belum memiliki keturunan yang akan menjaga anjing tersebut.
Setelah paduka raja membunuh abdinya secara tidak sengaja maka beliau selalu diliputi rasa bersalah dan ditempat itulah akhirnya baginda raja membangun sebuah pura ( Gedong Dalem) beserta dua pelinggih disebelahnya (Lanang Wadon) yang mana akhirnya pura tersebut diberi nama pura Dalem Sari, pura Dalem Sapu Jagat yang disungsung oleh keturunan raja Mengwi( Puri Gede Pupuan)






BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menyimak perjalanan buku perjalanan Arya Damar dan Arya Kenceng di Bali, maka ada seperangkat hal yang bisa dipetik. Tidk berkelebihan kalau dikataakan bahw kedua tokoh yang menjadi pokok cerita ini adalah orang-orang yang sangat luar biasa. Keduanya adalah paglawan Nusa Bali yang ikut secara lahir bathin mewariskan kepada mereka yang hidup dalm peradaban masa kini, sebuah pulau kahyangn ykni Nusa  Bali seperti yang kita dapati sekarng ini. Sebuah pulau yng benar-benar menjadi Nusaning Nusa, pulaunya pulau, pulau idaman insane sedunia. Modal dasar deri kedua tokoh ini adalah tidal in ajarn Dharma, baik Dharma dalam arti kebajikan maupun Dharma sebagai Dharmanya seoraang ksatriya yang wajib membela dan mengukuhkan nusa-negara.
Berbicara mengenai Dharma, sangat banyk tulisan pegangan atau referensi manusia Hindu di Bali untuk berprilaku ideal, yakni berfikir, berbicara dan berbuat yang baik. Ketika Ida Bhatara Arya Kenceng demikian syiknya pengabdian diri dengn perjalan diatas rel dharma, maka keturunannya sebagian besar memang menapaki apa yang telah dirintis oleh beliau, namun sebagian kecil mungkin terlena oleh kepentingan rjas dan tamasnya yang lebih besar dari kepentingan satwanya.
Hal yang menjadi landasan utama beliau berdua melakukan Swadharmanya sebagai seorang ksatrya membantu mahpatih Gajah Mada mewujudkan satu kesatuan Nusantaradibawah panji kerajaan Majapahit. Lihat saja bagaimana Ida Bhatara Arya Kenceng mendapatkan tugas melaksanakan pembangunan di Pura Besakih dan Pura Kentel Gumi sebagai dewa kusala-sala tempat bersemayamnya para dewa. Bakti ring dewa, selalu memuja yang maha kuasa. Itulah nampaknya sebagai dasar kedua leluhur ini menapaki hari-harinya.
Kisah perjalanan para leluhur ini juga mengingatkan pada kebijaksanaan seorang raja Dasaratha sat memimpin kerajaan Ayodya seperti yang diubah dalam kekawin Ramayana oleh Mpu Yogiswara:
Gunamanta Sang Dasaratha,
Wruh sira ring weda bhakti ring dewa,
Tarmalupeng pitra puja,
Masih t sireng swagotra kabeh

Beliau Sang Prabhu Dasaratha paham betul dengan tatwa weda, sangat memuja sang pencipta, tiada lupa kepada para leluhurnya, serta… kasih saying terhadap masyarakat semuanya sungguh seorang pemimpin yang ideal.
            Sesungguhnya bekerja sesuai dengan swadharma atau tugas masing-masing yang diemban dengan tanpa dipengaruhi oleh pamrih duniawi, akan menghasilkan kenikmatan lahir bathin. Perjalanan manusia dapat dipastikan akan diwarnai dengan dua hal yang berbeda, yng dikenal dengan konsepsi Rwa-Bhineda. Terbukti dengan adanya perbedaan kepentingan bahkan antar saudara. Karena itu tidak jarang terjadi saling benci, pergulatan antar kelompok, pertikaian yang acap kali berakhir pada akibat yang patal yakni saling bunuh.
           
3.2.  Saran
   Semoga dengan membaca paper ini, banyak hal yang bisa dipelajari oleh masyarakat. Gambaran keutamaan para tokoh yeng melints dari wakti kewaktu, yang bisa dipakai cermin untuk berkiprah menyongsong mas depan. Dengan menyimak perjalanan para leluhur ini, semoga m,asyarakat memiliki rasa jengah yang positif yang perlu dibangkitkan untuk menapaki kehidupan di depan. Bangkitlh, bekerjalahh, berkreatifitaslah seperti dinjurkan weda. Jangan terlena oleh buaian kepentingan sesaat. Kukuhkan Nusa Bali dengan keluhurannya, guna menopang Nusantara kita nan Jaya.






DAFTAR PUSTAKA
Tim Sejarah Yayasan Kerti Budaya. 2011. Perjalanan Arya Damar dan Arya Kenceng. Pustaka larasan: Denpasar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar