SEJARAH
PERKEMBANGAN VEDA
A. Pengertian weda
Veda berasal dari akar kata vid yang
artinya tahu akhirnya dari vid menjadi Weda yang artinya ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu pengartian Weda dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu :
1. Weda
yang berarti ilmu pengatahuan bentuk tulisannya biasa.
2. Weda yang berarti mantra-mantra atau
ucapan-ucapan suci dengan aturan-aturan tertentu, bentuk tulisannya harus
memakai a dirge (panjang) yaitu Weda.
Perlu diketahui bahwa
Weda berbentuk sloka, kecuali beberapa bagian dalam bentuk prosa berirama. Weda
mengandung sloka-sloka dan prosa yang paling
kuno dalam sejarah umat Hindu
Bahasa
yang dipakai dalam ajaran Veda pada mulanya adalah bahasa “Deiwi Wak” yang
artinya bahasa Dewata. Akhirnya lama kelamaan mengalami perubahan menjadi
bahasa Sansekerta. Perubahan itu diperkirakan sekitar tahun 200 SM. Setelah
berubah dari bahasa Daiwi Wak menjadi bahasa Sanskerta barulah isi weda itu
dapat dipelajari dan dipahami oleh orang-orang kebanyakan terutama didaerah
India dan sekitarnya bahkan sampai ke Indonesia.
Weda
ada empat macam, yaitu
-
Rg veda, yang terdiri dari 10.552 mantra
(stanza),
-
Sama veda, 1.875,
-
Yajur veda (teks Vajasaneya Samhita)
1.975 (beberapa mantra dalam bentuk prosa) dan
-
Atharya veda, 5.987 (ada stanza-stanza
dalam bentuk proses).
Kumpulan Veda
seluruhnya berjumlah 20.389 mantra, tidak termasuk kitab-kitab yang
bersumberkan Veda seperti Brahmana, Aranyaka, Upanisad, dan lain-lain. Namun
jumlah tersebut termasuk pengulangan, terutama sejumlah sloka Rg Veda yang
diulang dalam veda-veda lainnya. Biasanya sloka digambarkan orang sebagai
sloka-slok primitive. Jika yang dimaksud sloka primitive itu nyanyiam suatu
suku bngsa atau balada rakyat, maka haal itu jauh dari kenyataan, sebab penyair
primitif tidak akan melantunkan lagu:
Pikiran adalah laksana
bantal dipanya, penglihatan adalah salep matanya ( Rv. X.85.7)
Apabila
kita bersikeras menganggap sloka weda itu primitif, kita harus mengacu pada
kemurnian awal dan keterlepasannya dari pengaruh buruk peradaban berikutnya.
Agama weda dapat bertahan hidup hingga beribu-ribu tahun meskipun mengalami
pergolakan social politik dan serangan gencar terhadapnya dari masa kemasa.
Beranjak dari serangan dan reaksi agama terhadapnya mungkin memberinya beberapa
sinar pada kekuatan batin. Dalam weda kita tidak menemukan adanya tragedi
keterpisahan jiwa, dan penderitaan serta kesengsaraan yang menyertainya, tidak
ada juga perasaan tertekan dari tradisi kosmisi dan kesedihan yang diakibatkan
oleh-Nya. Karena para Rsi Weda mencintai kehidupan dan Tuhan maka setiap
keinginan mereka akan kebaikan dunia dilaahirkan dalam bentuk doa yang
bersemangat. Dan doa itu sering kali berbentuk nyanyian yang ditijikan kepada ‘pecinta nyanyian yang utama ‘
(Rv.1.10.12).
Bahasa
Weda ditandai oleh pengungkapan yang sangat hemat. Bahasanya sering pula padat
sehingga artinya menjadi kabur. Penggambaran kehidupan dan alam yang indah
memberi arti yang mendalam namun tersembunyi. Istilh guha-hita atau guha –nihita sering digunakan dalam Weda
untuk menyatakan kebenaran mistis. Orang-orang
bijaksana India, sejak jaman sesudah Weda sampai jaman kita sekarang ini terus
mencari dan mencari untuk menemukan pewahyuan kebenaran spiritual terdalam
dalam Weda.
B. Bahasa Dalam Weda
Sebelum weda mulai diselidiki Bhagawan
Panini mulai menyusun tata bahasa sanskerta, pada tahun 700 SM, dan menanamkan
bahasa yang dipakai dalam weda dengan nama “Daiwi Wak” (bahasa dewata). Baru
dalam tahun 200SM, bahasa itu mulai dikenal dengan nama sanskerta, setelah
Patanjali menulis kitab Bahasa, pada abad ke 11 SM. Nama sanskerta yang untuk
pertama kali diperkenalkan oleh Patanjali yang untuk menyebutkan nama bahasa
yang dipakai oleh masyarakat bahasa pergaulan Bharatawarsa.
Kemudian bahasa
itupun dibedakan pula dari bahasa pali, bahasa yang dipakai oleh orang-orang
Maghadhi didalam penyebaran Agama Budha.
Setelah Bhagawan Panini berhasil
menyusun tata bahasa sanskerta, jejak beliau diikuti oleh Bhagawan Katyayana
yang lebih popular dikenal dengan Bhagawan Wararuci pada abad V SM. Beliau
menulis keterangan-keterangan tambahan atas karya Panini disamping sebagai
penulis Sarasamuccya, yang karyanya telah diterjemahkan di Indonesia kedalam
bahasa Jawa Kuno pada waktu jaman keemasan Hindu di Jawa dan dialihkaan
bahasanya kedalam bahasa Indonesia tahun 1970.
Sejarah pertumbuhan bahasa sanskerta
setelah lahirnya kitab tata bahasa Panini itu kemudian membntu mempercepat
proses pertumbuhannya sehingga dalam pertumbuhan abad kedelapan, Sanskerta
menjadi bahasa percakapan sehari-hari.
Kitab-kitab agama di Indonesia semuanya
dalam bahasa sanskerta, tetapi karena diIndonesia terdapat bahasa tersendiri,
karena itu untuk menjelaskan pokok-pokok ajaran agama itu penjelasannya
dilakukan kedalam bahasa Kawi. Dari mantra-mantra dan kitab-kitab agama yang
kini masih tersimpan dalam bentuk lontar-lontar umumnya terdiri dari dua bahasa
yaitu bahasa sanskerta dan bahasa Kawi atau Jawa Kumo.
Teks sanskerta adalah naskah asliya,
sedangkan bahasa Kawinya adalah terjemahan atau terjemahan berikut komentarnya.
Misalnya kitab sarasamuccaya, Sang Hyang Kamahayanikan dll, system penyajian
umumnya sama, kecuali naskah perubahan bahasa yang bersifat sastra, baik
sebagai Nibanda Saastra, misalnya Kekawin Ramayana, Gatotkacasraya,
Bharatayudha, dll, semuanya ditulis kedalam bahasa Kawi yang banyak meminjam
bahas sanskerta itu.
Karena itu didalam mempelajari itu,
pengenalan bahasa sanskerta, bahasa Kawi dan bahasa Jawa Kuno sangat
diperlukan. Hanya dengan demikian kita akan dapat mengungkapkan isi weda itu
nanti.
C. Cara Weda diwahyukan.
Tidak ada satu uraian tepat bagaimana
wahyu itu diturunkan, kecuali melalui penafsiran atau keterangan tak langsung
dari berbagai ulasan yang dapat kita himpun dari berbagai buku sebagai sumber
inspirasi. Perlunya pengetahuan bagaimana weda itu diwahyukan karena pada
mulanya bahwa weda adalah wahyu Tuhan yang diyakini oleh umat Hindu dan
kebenaran akan wahyu itu tidak boleh dibantah lagi karena weda itu adalah
wahyu, maka adalah wajar pula kalau kita bertanya dan mencari jawaban atau
penjelasan yang dapat mengungkapkan bagaimana wahyu itu diturunkan.
Penjelasan yang dapat dikaji dalam
memberi ulasan tentang turunnya wahyu Tuhan adalah melalui tafsir dan
keterangan-keterangan yang dapat diperoleh dari weda itu pula. Yang penting
yang harus diyakini dan diimani adalah tahap pertama, adanya peranan mediator
antara Tuhan dengan penerimnya yaitu pra Maharsi, dimana dewa Brahma sebagai
dewa Sabda dinyatakan menyampaikan kata-kata itu pada penerimanya. Ada berbagai
cara atau proses yang dapat kita jumpai tentang bagaimana wahyu itu sampai pada
Maharsi yaitu :
1. Menjelaskan
bahwa itu dimasukkan langsung kedalam pikiran orang atau memasukkannya
dalam-dalam kedalam hatinya. Kata-kata itu member kesan dan bentuk rupa atau
keadaan yang kemudian menemukan bentuknya berkembang dalam pikiran.
2. Wahyu
itu membentuk kesannya dengan melalui contoh perintah langsung yang dilakukan
oleh dewa-dewa yang dinyatakan dewa-dewa memperlihatkan dirinya dalam berbagai
bentuk manusia biasasebagaimana dapat kita tafsirkan dalam uraian kitab-kitab
purana. Ajaran yang diberikan oleh dewa-dewa itulah yang akhirnya dibukukan
sebagai ajjaran,sabda Tuhan karenan sabda itu sendiri adalah adalah sabda
dewata.
3. Wahyu
diturunkan seperti suara gemanya lonceng. Gema atau AUM itulah yang yang
membentuk rupa dalam Aksara dikenal sebagi outtara atau disebut SWARA NADA.
Swara Nada inilah yang merupakan
gemerincingnya suara melahirkan kata-kata yang member petunjuk mengenai arti
dan makna suara-suara itu sendiri. Cara ini yang paling sulit dalam ilmu, dan
karena itu bagian ini pula yang dinyatkan bagin yng paling rahsiaa.
4. Dewa-Dewa
yang memperlihatkan dirinya dalam berbagai bentuk yang mulia. Kejadian ini agak
berbeda dari proses yang disebut dalam uraian no.2 diatas, karena dalam uraian
no.2 dewa-dewa didalam manifestasinya dalam bentuk manusia biasa. Penggambaran
turunnya wahyu seperti dalam kejadian ini, hanya dilukiskan sebagaimana manusia
secara impiris, secara langsung berhadapan dengan dewa yang mnenyampaikan
pewarah-warahnya kepada si penerima.
Pengumpulaan berbagai mantra menjadi
himpunan buku-buku adalah merypakan kodifiksi Weda. Ayat-ayatnya yang begitu
banyaknya yang telah diturunkn kedunia
tidak diturunkan sekaligus atau bersamaan ditempat yang sama,
melainkan dari jaman ke jamaan meliputi
ribuan tahun. Untuk mencegah ayat-ayat tersebut agar tidak hilang dan dapat
diingat banyak usaha yang dilakukan untuk menyusun dan menyimpulkan ayat-ayat
itu.
Berdasarkan system pertimbangan materi
dan ruang lingkup isinya jelas kalau jumlah jenis buku Weda itu banyak. Maha
Rsi Manu membagi isi Weda itu kedalam dua kelompok besar yang disebut
1. Weda
Sruti, dan
2. Weda
Smerti.
Kedua-duanya merupakan sumber hukum yang
mengikat yang harus diterima, oleh karenanya Bhagawan Manu menegaskan didalam
kitabnya Manawadharma sastra II.10 :
Srutistu
wedo wijneyo
Dharmasa
atram tu wai smrtih
Te
sarwatheswam immamsye
Tabbyam
dharmo hinirbabhau
Artinya:
Sesungguhnya
sruti (Wahyu) adalah weda demikian pula smrti itu adalah dharmasastra, keduanya
harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga, karena keduanya adalah kitab
suci yang menjadi sumber dari hukum suci itu (Dharma).
D. Sapta Rsi penerima Wahyu
Kitab suci Weda diwahyukan melalui sapta
rsi. Sapta Rsi adalah tujuh Rsi. Sapta Rsi ini adalah tergolong golongan Wipra
yng dinggap sebagai Nabi penerima wahyu yang pertama didalam Weda (Rg. Weda).
Istilah Rsi tidak sama artinya dengan pendeta, walaupun kadang-kadang diartikan
demikian seperti terdapat dibeberpa daerah.
Seorang Rsi mempunyai sifat-sifat
tertentu dan jabatan tertentu. Ia adalah pendeta dan jiga sastrawan, jadi
sukarlah untuk mengatakan kedudukan Rsi yang sebenarnya, sedangkan dewasa ini
rsi adalah pendeta. Oleh Karen itu untuk membedakan arti kata Rsi sekarang
dengan arti kata Rsi jaman dahulu, biasanya digunakan istilah Maha Rsi yang
artinya Rsi yang agung dan utama melebihi dengan Rsi-Rsi lainnya. Dalam
hubungan ini di adalah Nabi dan dia adalah Wahyu.
Tujuh Rsi ini merupakan Rsi-rsi yang paling banyak disebut namanya,
baik sebagai Nabi maupun sebagai sastrawan. Ketujuh itu merupakan
kelompok-kelompok keluarga dari padanyalah semua ayat-ayat yang terdapatdalam
Weda ini dianggp sebagi sumbernya sebab dialahyang menerima pertama melalui
Dewa Brahma (sebagai malaekat) yang menyampikan ayat-ayat itu.
Ketujuh keluarga Maha Rsi penerima wahyu Tuhan yaitu:
1. Mah
Rsi Grtsamada, yaitu Maha Rsi yang
dihubungkan dengan turunnya ayat-ayat Weda (Rg Weda) terutama mandala II,
Beliau adalah keturunan Sunahotra dari keluarga Angira.
2. Maha
RsiWiswamitra , yaitu Maha Rsi yang kedua yang menerima wahyu yang kemudian
dihimpun dalam Weda, Seluruh mandala
III, yang memuat 48 sukta.
3. Maha
Rsi Wamadewa, yaitu Maha Rsi yang dihubungkan dengan turunny ayat-ayat Rg Weda
dari mandala IV
4. Maha
Rsi Atri, yaitu Mha Rsi yang dihubungkan dengan turunnya ayat-ayat Weda yang
dihimpun dalam Mandala V, yang memuat 87
sukta
5. Maha
Rsi Bharadwaja, yaitu Maha Rsi yang
menerima ayat-ayat Rg Weda yang dihimpun
dalam mandala VI, yang memuat 75 sukta
6. Maha
Rsi Wasiswa, seorang Maha Rsi yang menerima wahyu ayat-ayaat Weda (Rg Weda)
yang dihimpan pada mandala VIII, sedangkan mandala VII diterima oleh putrnya .
7. Maha
Rsi Kanwa, yaitu Maha Rsi yang menerima wahyu
yang dihimpun kemudian merupakan buku (
mandala) VIII
Ketujuh Rsi ini
kemudian menyebarkan dan mengajarkan wahyu yang diturunkan oleh Tuhan kepada murid-muridnya
yang kemudian dilanjutkan dan diajarkan kepada semua umat. Sehingga weda dapat
tersebar luas, dan dapat dikenal oleh seluruh umat.
Selain ketujuh para Maha Rsi diatas, ada
beberapa Maha Rsi yang lain penerima wahyu Tuhan yaitu
1. Maha
Rsi Sunahsepa,
2. Bhagawan
Wyasa (Byasa)
3. Maha
Rsi Agastya
4. Dang
Hyang Markandeya
5. Mpu
Kuturan
6. Dang
Hyang Dwijendra.
E.
Perkembangan Weda.
Kitab suci agama Budha, Kristen, dan
Islam mempunyai waktu yang telah ditetapkan baginya oleh para pemimpin Ulama
mereka masing-masing. Kitab suci Tripitaka dikatakan telah ditulis pada
jamannya maharaja Asoka, walaupun menurut akhli-akhli tertentu yang berwenang
umur Budha dapat diterangkan berabad-abad terlebih dahulu. Kitab suci Injiil
perjanjian baru kira-kira berasal dari tahun 2000an tahun yang lalu. Semua
kitab suci ini mempunyai waktu yang historis yang ditetapkan baginya.
Tetapi berbeda dengan kitab-kitab suci
weda tidak seorangpun dapat mengatakan dengan pasti kapan kiranya kitab-kitab
suci ini menjelma ke Dunia. Namun
demikian para orientalis akhli peradaban Timur sangat berhasrat untuk menemukan
kapan kiranya kitab suci Weda itu disusun. Beberapa diantara mereka menyebutkan
bahwa hal ini terjadi pada tahun 1500 sebelum tahun Masehi.
Radhakrisnan menyatakan
bahwa jaman weda dimulai1500 SM yang meliputi jaman kedatangan bangs Arya dan
penyebarannya di India serta penyebaran kebudayaan dan peradaban Arya itu.
Selanjutnya berdasarkan suatu metode
untuk menentukan isi kitab-kitab suci weda dikatakan didasarkan atas
bukti-bukti pada gaya bahasa kitab suci tersebut yang berubah dari weda-weda
upanisad dan sutra-sutra sampai kepada
kesusastraan Kawya.
Atas dasar inilah, dengan jalan
menyetujui perbedaan 200 tahun ini bagi pudarnya suatu gaya bahasa baru, maka
diperhitungkan secara kasar dengan jalan menghitung kebelakang, bahwasanya
kitab-kitab suci weda seyogyanya ditulis tahun 1500 SM
Perkembangan weda pada mulanya adalah di
India yaitu daerah Panjab dan Doab dianatara bangsa Arya dan Dravida.
Selanjutnya dari sanalah perkembangan kedaerah sekitarnya dan juga sampai di
Indonesia.
Sejarah kebudayaan Indonesia jaman purba
berlangsung sejak dari datangnya bangsa dan pengaruh Hindu pada abad-abad
pertama tarik masehi sampai ± thun 1500 dengn lenyapnya kerajaan Majapahit.
Dengan adanya pengaruh-pengaruh dari India itu berakhirlah jaman praasejarah
Indonesia, Karena terdapatnya keterangan-keterangan tertulis itu berupa batu0
batu tersurat, dan didapatkannya di Kutai (Kalimantan Timur) dan di Jawa Barat.
Tulisan yang dipakai adalah hurup yang lazim di India Selatan, antara kira-kira
abad ke-3 sampai ke 7. Bahasa yang digunakan yaitu bahasa sanskerta, bahasa
resmi di India yang diubah dalam bentuk syair. Maksud piagam-piagam itu adalah
terutama memuji kebesaran sang raja yang
memerintah dewasa itu dan yang telah melakukan saji secara besar-besaran
menurut upacara hindu untuk keselamatan dan kesejahteraan kerajaan serta
rakyatnya.
Pandangan keTuhanan dalam Weda jauh
lebih luhur dan rohaninya lebih mendalam dari kepercayaan yang biasanya dikenal
sebagai kepercayaan monoteisme, politeisme dan henoteisme. Kepercayaan Weda
mengisyaratkan adanya Dharma yang berarti hukum abadi, misalnya tentang Wisnu
dikatakan bahwa “Ia menegakkan hukum
abadi (dharmani)” (Rg Veda 1.22.18). Dharma berarti dasar-dasar agama, pola
tingkah laku ideal yang diterima sebagai dasar kehidupan yang benar oleh
tatanan keagamaan India Kuno, baik yang berTuhan, yang tidak berTuhan maupun
yang tidak percaya adanya Tuhan
E.
Penyebaran
Weda
Penyebaran ajaran weda disasarkan
ketentuan Rg Weda X.71.3. Berdasarkan
ayat-ayat itu sabda-sabda dalam weda akan tersebar luas serta menjadi popular
melalui nyanyian dan lagu yang disampaikan melalui yadnya. Dengan demikian maka
weda akan didengar oleh masyarakat umum tanpa mengenal batas karena golongan.
Menurut Rg Weda X. 71 (4) menyebutkan
adanya empat macam orang yang akan menyebarkan ajaran weda menurut profesi
mereka masing-masing. Keempat tipe itu merupakan system penyebaran ajaran weda,
yaitu:
1. Akhli
kawi sastra menyebarkan ajaran weda melalui profesi mereka, misalnya dengan
menyusun tulisan-tulisan kawi atau puisi dan melagukannya sehingga setiap orang
dapat turut mendengar, menikmati keindahan isi serta bentuk perubahan sastra.
2. Seniman
menyebarkan ajaraan weda melalui profesi mereka, misalnya dengan menyanyian atau
melagukan sehingga setiap orang ikut menikmati keindahan perubahan isinya
melalui perubahan-perubahan lagunya. Dengan demikian dilagukannyalah
sabda-sabda dalam bentuk nyanyian, kekidungan dll, baik dalam bentuk mecapat
maupun dalam bentuk kekawin seperti Gayatri, Usnik, Anustub, Brihati, Pankti,
Tristub, Jagati, Manda, Malon, dsbnya.
3. Akhli-akhli
yang akan membahas, merubah, mengembangkan dsbnya, sehingga isinya dapat
dimengerti, dirasakan dan dihayati sepenuhnya baik secra popular, maupun secara
ilmiah. Melalui para akhli inilah ajaran weda tersebut disebarkan dan diyakini
oleh setiap pembaca.
4. Pendeta
pemimpin upacara yadnya yang akan merumuskan, membudayakan dan mengembangkan
melalui doa-doa improvisasi, penghayatan secara mistik sehingga keseluruhan ajarannya
dapat dinikmati serta dihayati oleh seluruh lapisan masyarakat, baik mereka
yang berpikiran maju, maupun mereka yang jalan pikirannya masih sederhana.
Pendeta akan mengucapkan mantra-mantra dengaan menghayatkan den melagukannya
sedangkan yang lain mendengar dan mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan
oleh pendeta tersebut. Ajaran inipun diketengahkan dalan Yajur Weda XIII
Rv.
X. 71. 3. Menyebutkan;
Yajnena vacah padaviyamayan tam anvavindann rsisu
pravistam,
Tam amrtya vyadadhuh purutra tm sapta rebha abhi sam
navante.
Dengan melakukan
korban suci mereka mengikutii tata-cara seperti kata
(vak) suci, yang
dikuasai oleh orang-orang bijak(Rsi); setelah memperoleh
Pengetahuan itu,
mereka melaksanakannya; dan ketujuh penyanyi melagukannya
Bersama-sama.
Melalui yajna-lah ajaran weda disebarluaskan.
Maka hal-hal yang belum teruraikan dalam upacara, dinyanyikan oleh pendeta
didepan umum.
Daftar
Pustaka
1.
Iketut Sadia BA, IB Damana, dan I
Ketut Tika., Weda Untuk PGA Hindu, cetakan ke -1, Mayasari-Jakarta, 1982.
I wayan Maswin
mohon info kapan ajaran Weda disalin ke kertas dan siapa yang menyalinnya? tks https://nafanakhun.wordpress.com/2019/08/29/sejarah-penulisan-kitab-suci-perjanjian-lama-perjanjian-baru-dan-al-quran/
BalasHapus